Islah, seorang ibu dua anak, mengeluhkan waktu yang sangat kurang. Dia merasa pagi baru dimulai kenapa azan magrib begitu cepat terdengar. Sementara pekerjaannya belum rampung semua. Ada pakaian bertumpuk belum dicuci, sementara jemuran kemarin menunggu dilipat.
Islah memiliki daftar yang panjang rencana pekerjaan yang akan dia selesaikan hari itu, dia sudah berencana melakukannya satu per satu nanti. Mengapa ketika hari menjelang malam, hanya setengah dari daftar pekerjaannya yang berkurang.
Islah mengevaluasi diri, apa yang salah dengannya hari ini?
Tadi pagi, anak pertamanya sudah berangkat sekolah. Seharusnya saat itu adalah jadwal menyapu. Tapi dia memutuskan mengambil HP, menjawab chat yang masuk. Ada percakapan menarik di grup whatsapp yang dia ikuti. Dia baru sadar, jam sudah menunjukkan pukul 9 ketika memutuskan menyimpan gadgetnya.
Baru juga dia akan beranjak dari kursi, tiba-tiba anak kedua bangun. sudah menjadi kebiasaan ketika bocah laki-laki berusia 4 tahun itu bangun, dia akan bermanja-manja pada ibunya. Sembari meminum susu, dia akan berada di pangkuan ibunya sekitar 10-15 menit. Di saat itu, plan kerja sudah kacau, Islah sudah lupa dengan jadwal yang sudah disusunnya semalam, dan mulai mengabaikannya.
Islah mulai menyapu halaman. Selesai satu. Tapi dapur masih berantakan, bekas minyak masih banyak menempel di kompor. Tadi adiknya membuat sarapan menu telur ceplok, percikannya menyebar sampai di lantai.
HP berbunyi, nada pesan masuk terdengar berulang. Ah, mungkin itu pesan dari calon pembeli, karena Islah seorang ibu yang juga berbisnis dari rumah, mengabaikan bunyi chat masuk bisa menghilangkan potensi rezeki. Detik ini dia sudah lupa kalau dia akan membereskan dapur.
Benar saja, seorang teman bertanya-tanya tentang bisnisnya. Islah menjelaskan apa yang ditanyakan teman dan tak lupa menawari ikut seminar untuk lebih paham. Sebenarnya percakapan online dengan teman ini hanya berlangsung 5-10 menit, tapi Islah tidak menyimpan HP setelahnya, melainkan tergoda membuka facebook.
Beranda facebook dipenuhi cerita lucu percakapan Aylaview, Islah tidak tahan untuk tidak komentar atau sekedar memberi jempol pada status yang memang membuatnya tertawa. Aktivitas ini tidak terasa membuang banyak waktunya, hari sudah menjelang siang.
***
Yang saya tulis di atas itu nyata, terjadi pada tokoh Islah memakai nama saya sendiri. Mungkin saya tidak sendiri, banyak ibu-ibu lain yang mengalami hal serupa.
Ada beberapa penghambat mengapa produktivitas menjadi sangat berkurang. Seperti tidak menyusun daftar pekerjaan dan melakukannya berdasarkan tingkat prioritas, tidak mendelegasikan yang bisa didelegasikan, dan sebagainya.
Tapi sebenarnya penyebab utama adalah kita terlalu banyak bermedia sosial. Padahal jika dihitung-hitung, banyaknya waktu yang terbuang dengan aktivitas ini tidak sebanding dengan apa yang kita dapatkan.
Malah, saya pribadi merasa telah kelebihan informasi. Otak saya bekerja lebih keras, berusaha memilah dan menyaring berita.
Sebut saja contoh, cerita seorang istri yang baru saja kehilangan suaminya yang kanker mulut. Pada awalnya suami mengeluhkan sariawan yang tak kunjung sembuh, dan akhirnya ketahuan sakit setelah kanker yang dia derita sudah mencapai stadium akhir. Cerita sedih ini viral dalam hitungan jam di fesbuk.
Sedikit banyak ini mempegaruhi pikiran, tadinya saya tidak mengkhawatirkan sariawan yang saya derita sejak dua pekan lalu, akibat berita viral ini saya tiba-tiba menjadi sangat khawatir.
Itu hanya salah satu contoh saja.
Jika dihitung-hitung aktivitas bermedia sosial memakan banyak sekali waktu tanpa kita sadari. Riset yang dilakukan oleh Vserv, rata-rata penggunaan smartphone di Indonesia menghabiskan waktu 129 menit per hari. Bayangkan 2 jam 15 menit! Kalau dipergunakan maksimal, waktu segitu lebih dari cukup untuk membersihkan satu rumah sampai kinclong.
Jumlah 129 menit itu hasil risetnya, kenyataannya kita mengeloni smartphone jauh lebih lama dari itu.
Saya pernah meng-upload di instagram @pulau_ila tentang bagaimana anak kedua saya sampai menanyakan sesuatu yang sangat menusuk. Begini percakapannya;
Rayyan : "Mama sayang HP?"
Mama : "Tidak"
Rayyan : " Kenapa Mama selalu pegang HP?"
Duh, detik itu handphone langsung saya singkirkan, menyimpannya di atas lemari.
Untungnya saya segera menyadari kekeliruan ini. Saya mulai mengatur waktu kapan boleh menyentuh handphone, kapan menyimpannya.
Jika ingin berselancar di dunia maya, saya mulai membatasi diri dengan cara melihat jam sebelum bermedsos supaya tidak lagi kebablasan.
Bagaimana dengan kalian, moms? Share ya cara kalian mengatur jadwal bermedsos di kolom komentar.
Artikel ini untuk menanggapi tulisan Mak Irna Octaviana Latif di sini
Hape memang berguna tapi jangan sampai menyita waktumu yang sangat berharga.
BalasHapusSaya lagi mau mengurangi penggunaan HP, nih. Tapi memang susah hehehe
BalasHapusHihihih, gimana ya Mbak? HP itu memang sdh kebutuhan banget yah. Biasanya bebas bermedsos itu pas free, saat menunggu dan sejenisnyalah. 😀
BalasHapusLagi berusaha keras mengurangi ketergantungan pada hp. Kadang sadar tapi lebih banyak lupanya, hihihi.
BalasHapusHuwaaa aku juga selalu ber-hape maakk, tapi kalau jalan ma keluarga suka aku simpan, bahkan gak bawa hehe
BalasHapusSamaaa.. Suka lupa waktu. Tapi kalau ada suami saya minimalkan banget membuka sosmed atau aplikasi chat, kecuali memang urusan penting.
BalasHapus