Kalimat di atas saya baca dari screen saver laptop kantor. Saya memang bekerja di kantor yang terkenal dengan ide-ide kreatifnya dalam mengiklankan produk. Tidak hanya soal iklan, dalam hal memotivasi karyawan pun bagian kreatifnya patut diberi jempol. Jadi kalau kita meninggalkan meja kerja, pas balik nanti, layar si lappi akan memunculkan screen saver, gambarnya bagus-bagus disertai kalimat-kalimat motivasi. Salah satunya kalimat yang jadi bahan postingan kali ini “Kerja itu Bawa ID Card, Bukan Bawa Perasaan!”
Menurut survey, aduh maaf lupa baca dimana (blogger malas browsing), urusan baper ini salah satu penyebab stress lho. Orang yang kerja di tempat yang lingkungan kerjanya tidak harmonis lebih gampang stress dibandingkan dengan yang minim acara baper-baperan.
Saya kebetulan kerja di tempat yang hampir 95 persen karyawannya adalah laki-laki. Dan karena itu saya merasa beruntung. Walaupun tentu saja ada juga minusnya (tidak usah dibahas di sini)
Nyamannya kerja dengan kaum Adam adalah karena mereka makhluk yang tidak sensitif, tidak suka baper. Mereka lebih mengedepankan logika, bukan perasaan. Tidak seperti perempuan, yang diciptakan oleh Allah memang lebih halus, lebih peka, sensitif dan doyan bergosip.
Pengetahuan tentang itu, sedikit banyaknya membantu saya mengatasi gejolak perasaan ketika bekerja dengan teman-teman kantor yang mayoritas laki-laki. Selama bertahun-tahun kerja dengan mereka, secara tidak sadar mental saya ikut tertempa untuk tidak terlalu baper. Saya berusaha melogikakan sesuatu, bertindak seperti mereka. Bahkan jika rasanya ingin marah dan mengatakan secara prontal bahwa saya tersinggung, saya berusaha meyakinkan diri sendiri, kalau dia pasti lupa keesokan harinya.
Contohnya jika salah satu dari mereka berkata agak kasar, saya akan berkata pada diri sendiri,
Ah dia tidak bermaksud begitu, suaranya memang besar
Ah mungkin dia lagi bertengkar dengan istri ketika berangkat tadi
Ah saya memang melakukan kesalahan yang patut mendapatkan kemarahan
atau
Dia pasti sudah baru saja dimarahi bos.
Dan ternyata benar, besoknya teman yang membuat saya baper bertingkah seperti biasa, ceria, seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Dia tidak sadar kalau sudah menyakiti hati saya kemarin.
Saya jadi belajar, tidak ada guna memelihara baper di tempat kerja, bagaimana pun teman-teman di tempat kerjalah yang menjadi saudara. Merekalah yang paling dekat, karena ketemu 5 kali seminggu. Kalau saya sakit, siapa yang paling tahu duluan, tentu saja bos saya (soalnya dia yg approve cuti hahaha), keluarga saya yang nun jauh di sana, bahkan tidak tahu kalau saya pernah sakit. Mereka tahu setelah ketemu berbulan-bulan kemudian.
“eh, kemarin saya masuk rumah sakit gara-gara begini…”
“Masa?”
“Iya”
“oow kalau sakit begitu baiknya minum obat herbal ini…bla..bla”
Nah kan sarannya pun telat, orangnya sudah sembuh.
Beda dengan teman kantor, yang remeh temeh saja mereka tahu, saya pucat sedikit….”Eh, kamu begadang ya?”
Bagusnya pula, laki-laki tidak sepeduli kita dengan penampilan. Contohnya kalau ditanya
“saya gemuk ya?”
Mereka akan menjawab “wajar, kamu kan sudah punya 2 anak”
Beda dengan perempuan, dia malah balik bertanya
“Naik berapa kg, saya segini, kamu berapa?”
Kalau ternyata timbangannya dia lebih ringan, tambah sedihlah kita :D
Bantuan teman-teman kadang membuat saya terharu. Waktu saya hampir melahirkan, teman kerja yang mengantar dengan mobilnya, padahal waktu itu masih subuh. Demikian pula waktu saya balik ke rumah, teman kantor yang menjemput (waktu itu mobil simbilikiti belum ada)
Hal yang sama berlaku kalau saya berbahagia, ketika mengadakan acara syukuran, saya mempertimbangkan memilih waktu yang semua teman kantor bisa hadir. Jadi yang menduduki kursi paling banyak adalah teman kerja.
Tapi tetap ya, urusan baper ini tidak bisa saya hindari kalau hormon sedang bergejolak. Kalau sedang datang bulan, jangan coba-coba. Jangankan disakiti hatinya, kesentil aja kamu bisa dibacok hahaha.
haha betul tuh mba masa kerja baper kaya gtu :D
BalasHapusNah ketahuan sering baper juga :D
Hapus