Saya baru saja menyelesaikan buku biografi Andi Noya “Kisah hidupku”. Tidak memerlukan waktu lama membacanya, saya memang sudah lama penasaran dengan sosok botak yang dulunya kribo ini.
Hasilnya?
Saya kepo ingin melihat garis tangannya! Kata orang semakin banyak garis melintang di tangan, biasanya pengalaman hidupnya lebih banyak, lebih kompleks..kalau ini benar, Andy F Noya mungkin memiliki garis tangan yang banyak. (ini ngaco ya :p)
Andi Noya berdarah campuran. Kakek buyutnya seorang Belanda yang memperistrikan wanita Jawa, dari pasangan ini lahirlah nenek Andy yang kemudian menikah dengan seorang keturunan Ambon. Suami istri ini dikarunia 5 anak, salah satunya Ibu Andy yang diberi nama Mady. Mady menikah dengan Ade Wilhelmus Flores Noya. Dialah yang kelak menjadi ayah Andy, dia juga memiliki darah campuran, yaitu Perancis-Portugis-Ternate. Pusing ya? Saya juga bingung waktu menulis ini :D
Jadi wajar melihat tampilan fisik Andy F Noya agak lain dari orang Indonesia kebanyakan; berambut kribo, berkulit putih, hidung mancung, perawakan tinggi, ternyata dia memang berasal dari gabungan bule-bule.
Andy mengalami masa kanak-kanak yang berat karena wajahnya yang berbeda. Waktu itu Indonesia memang sudah lama merdeka, tapi gema kemerdekaan masih kental terasa. Dia yang keturunan Belanda menjadi korban bully anak-anak sekampung, “Ganyang Londo, ganyang Londo” atau “ganyang Belanda, ganyang Belanda” begitu teriakan sehari-hari anak kampung untuknya, kebayang kan? Kita saja sewaktu kecil cuma diledek hal-hal yang sepele sudah sedih. Ketika dia mengadu kepada ibunya, si ibu selalu menghibur dan mengatakan anak-anak itu hanya iri karena ketampanannya.
“Kalau kamu besar nanti, kamu akan mensyukurinya” kata ibunya.
“Aku kerap menyesali mengapa Tuhan memilih rahim perempuan keturunan Belanda sebagai pintu keluarku ke dunia fana ini” kata Andy di bukunya.
Masa kecil yang berat ditulis hampir separuh dalam buku ini. Ibu Andy sebenarnya berasal dari keluarga yang berada, kakek Andy seorang kepala penjara di Watampone, Sulawesi Selatan. Sedangkan neneknya membuka toko buku di Makassar. Tapi pada tahun 1965, situasi genting akibat peristiwa pemberontakan PKI juga berimbas ke daerah, termasuk di Watampone. Masyarakat di sana marah, mereka meminta agar tahanan yang diduga simpatisan PKI dikeluarkan dari penjara untuk dihakimi melalui “peradilan rakyat”. Kakek Andy meninggal karena mempertahankan penjara waktu itu. Kematian kakek Andy menyebabkan neneknya memutuskan kembali ke Belanda dan menjadi warga negara di sana.
Kehidupan berat mulai terasa saat bapak ibu Andy berpisah. Sejak saat itu Ibu bersama 3 anaknya (Gaby, Yoke dan Andy) mulai pindah-pindah kamar kos dari satu tempat ke satu tempat yang lain.
Andy anak yang cerdas sebenarnya, khususnya Bahasa dan Seni. Dia sudah terlihat menonjol di bidang itu. Tapi saat dia sekolah, dia sering bolos. Dia juga sempat terjerumus kenakalan akibat salah pergaulan. Ada sebabnya juga, semasa kecil dia sangat membenci orang kaya. Suatu hari Andy naik sepeda, dia kemudian tidak sengaja menambrak mobil dan merusak kaca spion mobil itu. Andy akhirnya berlari ke kamar kos yang ditempati bersama ibunya. Tak disangka si pemilik mobil berhasil mendapatkan kamar kos mereka. Dia kemudian memaksa harus mengganti spion yang rusak itu.
“Sejak saat itu lahirlah kebencianku pada orang-orang kaya. Aku merasa orang kaya jahat. Mereka tega membuat ibu terpaksa bekerja lebih keras agar bisa melunasi angsuran kaca spion. Dengan penghasilan ibu sebagi penjahit, rasanya lama sekali baru tagihan ganti rugi kaca spion itu berakhir. Kalau ingat peristiwa itu, sampai sekarang aku tidak habis pikir bagaimana orang kaya pemilik mobil itu-setelah melihat kami tinggal di garasi-tetap tega meminta ibuku mengganti kaca spion mobilnya”
Andy bergabung Geng Tiga Bersaudara yang terkenal suka mencuri. Bersama geng itu Andy sering mencuri di rumah orang kaya, ada-ada saja yang mereka curi, mangga, sepeda mini, atau apa saja yang terlihat di halaman rumah-rumah besar dan bagus. Karena nakalnya itu, Andy sempat diramalkan menjadi penjahat oleh saudari-saudarinya. Untunglah pergaulan dengan geng itu tidak berlangsung lama, dia mau kembali ke rumah setelah mendapat iming-iming sepeda mini dari ibunya.
Andy tumbuh dewasa di Jayapura. Ayahnya yang sudah lama menetap di Jayapura memanggil Andy sekolah di sana. Ayahnya seorang tukang reparasi mesin tik.yang tinggal di sebuah gudang kecil milik salah seorang teman.
Menurut pengakuan Andy, setelah lama berpisah, dia melihat ayahnya semakin tua dan kurus, juga sering sakit-sakitan. Yang tidak berubah dari lelaki itu adalah keriangan dan keceriaan yang selalu dia tunjukkan dalam kondisi apapun. Hampir setahun kemudian ibu Andy menyusul menetap bersama mereka, sayangnya Ayah Andy meninggal tidak lama setelah mereka berkumpul kembali.
Bagian ketika Andy sudah dewasa saya sukai. Sebagai lulusan terbaik semua jurusan di STM 6, Andy Noya mendapat tawaran beasiswa dengan ikatan dinas ke IKIP Padang, Sumatera Barat, dengan syarat setelah lulus nanti dia harus menjadi guru di STM selama dua tahun. Tapi Andy menolak tawaran itu, padahal waktu itu dia tidak punya uang sama sekali untuk melanjutkan kuliah. Mungkin jika orang lain berada di posisi dia, kesempatan itu akan langsung diambilnya. Tapi Andy lebih menuruti passionnya, dia memilih Sekolah Tinggi Publisistik (STP) yang menolaknya berkali-kali, pasalnya STP tidak menerima alumni STM. Andy bersama ibunya berulangkali mengemis di sekolah tersebut, akhirnya dikabulkan dengan syarat nilainya harus bagus di semester pertama. Untungnya setelah satu semester nilai Andy lumayan tinggi, bahkan dia “diijon” oleh seorang dosen mata kuliah jurnalistik untuk menjadi asistennya.
Cerita berlanjut tentang bagaimana Andy bertahan dengan uang saku pemberian kakaknya yang sangat sedikit. Mulai dari membuat kartu ucapan, mengirim tulisan dilakoninya untuk menambah uang untuk memenuhi biaya hidup. Cerita-cerita tentang trik-trik dia menumpang mobil dan makan gratis terasa menyedihkan tapi juga menggelikan.
Sisa buku, lebih banyak menceritakan perjalanan karir Andy yang terbilang sukses. Dia baru saja lulus diploma ketika dipilih menjadi salah satu reporter sebuah proyek buku. Itulah awal karir dia di bidang jurnalistik. Berturut-turut sampai menjelang akhir, pembaca akan disuguhi cerita-cerita karir Andy yang cepat menanjak. Cerita dia dipinang Surya Paloh dan tidak dilepaskan sampai sekarang mendominasi bagian ini.
Bagian akhir sempat membuat saya meneteskan air mata, bagian di mana Andy menceritakan bagaimana dia menangis tersedu-sedu ketika menemukan gurunya yang telah lama dia cari, yaitu Ibu Ana. Guru yang memberi tahu dia “Andy kamu anak berbakat, kamu akan jadi wartawan sukses kelak”
Buku ini tebalnya 400an halaman,. Keunggulannya terletak dari banyaknya cerita yang terangkum dalam satu buku; mulai dari asal muasal keturunannya, masa kecil yang awalnya indah, kemudian kesulitan-kesulitan ibunya yang berpisah dengan ayahnya, masa bersekolah, dan masa-masa karirnya yang gemilang. Andy seorang yang disiplin dalam bekerja, disiplin menetapkan aturan, sampai-sampai harus menguatkan hati memecat sahabat terdekat demi menegakkan sistem yang berusaha dia bangun. Di buku ini kamu akan menemukan prinsip-prinsip hidup Andy, pembaca akan mengerti mengapa dia menjadi anak emas Surya Paloh dan akan paham apa yang membuatnya sukses sampai sekarang.
Rate 4 bintang untuk buku ini.
Rate 4 bintang untuk buku ini.
Jadi pengen baca bukunya makasi mba sharingnya nambah list buku buat qu beli :)
BalasHapusSama2 mba :)
HapusWah kisah hidupnya mirip Robin Hood ya..
BalasHapusGak sih mba, andy waktu itu mmg lg salah pergaulan. Hasil curian kebanyakan diambil sama geng 3 persaudaraan itu
HapusHmm keren sekali nih bukunya jadi pengen coba bacanya sepertinya seru.
BalasHapusMbak, di bukunya ini ada gambar ayahnya bang Andy nggak? saya penasaran dg sosok sang ayah.
BalasHapusAda mba..bapaknya tinggi agak kurus
Hapus