Sumber: Asmin Art |
Jam di hp sudah menunjukkan pukul 17.30 ketika kami dan penumpang yang lain duduk manis di perahu, sudah hampir magrib, tapi sayang kalau harus membatalkan karcis yang sudah terlanjur dibeli. Tidak apa-apalah pikirku, toh perjalanan menelusuri Salo Karajae hanya memakan waktu 30 menit, sesuai informasi yang saya dapat dari penjual tiket tadi. Perahu yang kami tumpangi adalah perahu motor berkapasitas 20 orang, diawaki seorang anak muda berperawakan kecil yang sepertinya sudah sangat mahir mengemudikan perahu. Sebenarnya saya agak was-was juga karena harus membawa 2 orang balita menelusuri sungai yang dalam (dan kabarnya ada buayanya juga), ditambah lagi saya tidak bisa berenang sama sekali, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, saya bukannya membantu tapi malah akan menyusahkan (amit-amit naudzubillah jangan sampai terjadi). Tapi ternyata penumpang dilengkapi dengan rompi pelampung, perasaan saya menjadi tenang dengan adanya rompi pelampung itu. Bismillah..kami berangkat.
Perahu menderu, beberapa penumpang yang sepertinya sekelompok mahasiswi mulai mengeluarkan alat sakti mereka, tongsis dan kamera HP. Mereka mulai selfie dengan latar sungai Karajae. Seorang bapak tua memakai batik berdiri di antara kami, kalem saja menikmati suasana sepanjang perjalanan, sempat kami mengobrol tentang alangkah indahnya jika perjalanan ini dilakukan ketika pohon-pohon di pegunungan dan sekitar sungai masih berdaun hijau, tidak menguning, meranggas seperti sekarang. Bisa saya bayangkan jika semuanya hijau, wah pasti lebih sejuk dan lebih indah dibandingkan sekarang. Tapi tidak demikian, yang terlihat hijau sisa tanaman bakau dan pohon-pohon yang hidupnya pas di pinggiran sungai, pohon-pohon yang
ini tidak terlalu merasakan kekeringan akibat ganasnya kemarau.
Setelah agak jauh berperahu, sebelum perahu memutar haluan, tampak oleh kami gerombolan burung putih, ramai mereka hinggap di pepohonan kelapa, sampai-sampai pohon-pohon kelapa itu terlihat memutih dipenuhi burung, pemandangan yang langka bagi saya. Anak-anak pun menunjuk-nunjuknya dengan riang.
Perahu memutar haluan ketika matahari baru saja menghilang di langit barat, arah kami menuju pulang. Nuansa senja, langit jingga, keheningan magrib, dan ketenangan Salo Karajae memberikan rasa yang beda pada perjalanan pulang kami.
Bunyi adzan mengumandang, lampu-lampu hias di jembatan Salo Kerajae terlihat indah dari kejauhan. Laju perahu dilambatkan sekarang, kami menepi... Terucap syukur pada yang maha kuasa, perjalanan di ambang senja menelusuri Salo Karajae berjalan lancar, kami selamat dan siap menghadapi rutinitas besok dengan semangat.
Lokasi:
Salo Karajae (Sungai Karajae)
Kelurahan Sumpang Minangae, Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare, Sulsel
(Sekitar 2,5 jam perjalanan dari Makassar).
Biaya:
Biaya sewa perahu di hari biasa Rp.100rb per sekali jalan
indahnyaaaa....jalan pake perahu pas senja itu keren banget ya mak
BalasHapussalam kenal^^
Mungkin saat sunrise tak malah keren ya mak..ayuuuk ke sini
HapusPemandangan yang indah, damai lihatnya mba.
BalasHapusIya mba, lumayan ngecharge semangat buat kerja bsk
Hapuscakeeeepppp, naik perahu ditemani suasana senja jd makin oye bgd yak
BalasHapusBangets :-)
Hapusindahnya senja di solo karaje. Cakep banget. pas buat foto-foto :D
BalasHapusOh ya saya kira tempatnya ini di solo. Rupanya di sulsel ya mbak.
Saya penasaran mbak, arti solo karaje apa ya?
Bukan solo Karajae mba, tapi Salo (Sungai) Karajae (besar)
HapusIndonesia timur masih jadi obsesi, belum sampai kesana untuk menyaksikan keindahannya.
BalasHapusKalo sempat kesini, kabari ya :-)
Hapus