Perlukah ucapan terima kasih? Perlu. Karena jika tidak, mana mungkin ucapan terima kasih ada di tiap bahasa, di tiap bangsa; thank you, merci, gracias, arigato, Xie-xie adalah beberapa di antaranya. Di Indonesia saja, ucapan terima kasih tak kalah beragamnya, suku Toraja menyebut kurre sumanga ketika berterima kasih, suku Jawa menyebut matur nuwun, suku Batak, Bugis, Mandar, Sunda juga memiliki istilah sendiri ketika menyebut terima kasih. Ungkapan terima kasih adalah ungkapan lawas yang sepertinya sudah ada sejak Adam berterima kasih karena Tuhan menciptakan Hawa.
Jika diartikan per kata, terima berarti mendapat atau memperoleh sesuatu, kasih berarti perasaan sayang, jadi jika diterjemahkan berarti ungkapan sayang karena diberi sesuatu. Dari terjemahan itu saja, kata terima kasih sudah menjelaskan dirinya, bahwa mustinya perasaan yang menyertai kalimat terima kasih adalah rasa bermakna positif, sayang dan bersyukur.
Itu mustinya ya.
Mustinya kebaikan dibalas kebaikan. Tidak harus dengan balasan hal yang sama, minimal ucapan terima kasih yang tulus. Senang rasanya memberi pengemis uang, dibalas dengan doa yang tulus oleh pengemis itu. Senangnya jika anak yang dididik sampai berdarah-darah membalas dengan sekolah yang rajin, nurut dan tidak berbuat ulah. Senangnya jika masakan yang disiapkan selama berjam-jam dibilang enak sama suami
Menurut Om Dale Carniege (ssst orang ini saya angkat jadi paman/om, nasihatnya abadi hehehe), ini nih salah satu sumber penyakit cemas. Lho kok bisa? Iya, jadi ada cerita begini...
Seorang pengusaha memberi THR kepada seluruh karyawannya. Mungkin ya waktu itu, di jaman om Dale, pemberian THR kepada karyawan belum diatur oleh undang-undang. Jadi si Pengusaha menganggap memberi THR adalah sebuah kebaikan bukan keharusan. Si pengusaha ini dongkol sangat, setiap kali berjumpa dengan orang lain, hanya satu topik cerita yang selalu diulangnya, bahwa tak satupun karyawannya tahu berterima kasih. Apa pasal? Ternyata dari sekian banyak karyawannya tidak ada satupun yang mengucapkan terima kasih setelah diberi THR. Padahal jika si pengusaha mau merenung sejenak, bisa jadi dia menemukan banyak alasan dibalik sikap para karyawannya. Bisa jadi selama ini mereka dibayar dengan gaji rendah atau beratnya pekerjaan tidak sebanding dengan gaji yang diterima, jadi wajar jika diberi THR. Tapi si pengusaha memilih meracuni jiwanya dengan mengharapkan ucapan terima kasih.
Tidak usah cari contoh jauh-jauh, sayapun pernah. Seorang teman meminta bantuan agar saya mengirimkan laporan yang sangat dia butuhkan, saya menjanjikan iya. Ketika saya kemudian menepati janji, menghubunginya via bbm, memberikan informasi yang dia butuhkan, hanya tanda pesan sudah di read yang saya dapatkan, tidak ada kata terima kasih, walaupun sekedar basa-basi. Kesal? iya sedikit.
Coba bayangkan jika semua orang yang memberi kebaikan mengharap balasan kata terima kasih. Seorang pengacara atau hakim akan frustasi jika terus-terusan mengharapkan ucapan terima kasih dari para kriminal yang mereka selamatkan. Tentu saja si pengacara atau hakim tidak akan mendapatkan ucapan tersebut dari para kriminal. Karena kebiasaan berterima kasih adalah buah didikan yang baik, buah dari lingkungan yang santun.
Kebiasaan mengungkapkan terima kasih itu seperti bunga, yang seharusnya ditumbuhkan, dibibit, dan dipelihara. Jika seseorang memberimu bunga, pastinya senang kan? Begitulah sebaiknya kita memperlakukan ucapan terima kasih, tidak usah diharapkan, tapi jika diberi anggaplah itu kejutan yang menyenangkan.
Jika ingin anak terbiasa memberi kejutan “berterima kasih” yang menyenangkan, didiklah mereka, berilah mereka contoh. Jika ingin jiwa tenang, hari tentram, salah satunya biasakanlah diri menebar kebaikan tanpa mengharapkan balasan, jauhkan keresahan hanya karena tidak diberi balasan ucapan terima kasih.
Bijak ya ;p
Iya karena menulis adalah menasehati diri sendiri.
Wassalam
Parepare, 21 Sept 2015
Nur Islah
Benar sekali mbak.. Saya setuju banget kalau terima kasih itu harus dibudayakan sehingga mengucapkannya tuh otomatis.. Mungkin dari diri sendiri saja dulu kali, siapa tau menular ke orang lain.. :)
BalasHapusYes setuju banget mba
Hapussetuju banget mbak kata terimakasih tetap harus di tumbuhkan :D
BalasHapusTerima kasih :-)
Hapusaku dlu aempet gt mbk, ee giliran gk dibales dg kata teeima kasih malah uring2an sndiri, skrg insyaAllah sdh gk, kata pak de cholik, tiada dharma yg sia sia, aku pegang itu aja wes
BalasHapussama mba, kl menolong gak usah berharap ada balasan, insya Allah ada balasan yg lbh dari Tuhan
BalasHapusAlhamdulillah berhasil mengurangi uring2an akibat gk dapat ucapan terima kasih. Saya bbrp kali mengirimkan hadiah utk kakak ipar, maksudnya utk mempererat silaturahim.. Sampai skrg belum menerima ucapan terima kasih. Saya jd berpikir, apakah saya yg 'gila hormat' atau yg saya lakukan belum layak utk dapat sekedar ungkapan sederhana 'terima kasih'. Akhirnya stlh blogwalking termasuk ke blog mbak ini, saya jd tercerahkan. Seharusnya saya ikhlas memberi krn Allah. Pelan2 saya keluarkan racun tsb dr pikiran saya. Tks mbak atas pencerahannya :)
BalasHapusAlhamdulillah berhasil mengurangi uring2an akibat gk dapat ucapan terima kasih. Saya bbrp kali mengirimkan hadiah utk kakak ipar, maksudnya utk mempererat silaturahim.. Sampai skrg belum menerima ucapan terima kasih. Saya jd berpikir, apakah saya yg 'gila hormat' atau yg saya lakukan belum layak utk dapat sekedar ungkapan sederhana 'terima kasih'. Akhirnya stlh blogwalking termasuk ke blog mbak ini, saya jd tercerahkan. Seharusnya saya ikhlas memberi krn Allah. Pelan2 saya keluarkan racun tsb dr pikiran saya. Tks mbak atas pencerahannya :)
BalasHapusAlhamdulillah mba kalo tulisan saya bisa mencerahkan, semoga yg menulis pun selalu ingat ikhlas :)
HapusSuka banget pas di sini:
BalasHapus... jika ingin jiwa tenang, hari tentram, salah satunya biasakanlah diri menebar kebaikan tanpa mengharapkan balasan, jauhkan keresahan hanya karena tidak diberi balasan ucapan terima kasih.
Setuju. Karena menulis sesungguhnya menasehati diri sendiri.