Pernah dengar kalimat ini?
“Mumpung masih muda, tambah lagi adeknya?”
Atau yang ini
“Tidak apa-apa umur anak berentet, susahnya cuma sebentar, nanti kalo mereka besar tidak repot lagi”
Atau yang ini
“Kalo kamu melahirkan diumur sekian, anakmu masih SMU kamu sudah bongkok”
****
Saya sering mendengar kalimat di atas, sangat sering malah. Umumnya terdengar ketika melihat anak yang rasanya baru dilahirkan kemarin, dianggap orang lain sudah besar. Padahal sakitnya melahirkan masih terasa, lepas nenen juga masih hitungan bulan, tidurnyapun masih sering dibuai gendong. Tapi karena seringnya mendengar kalimat itu, sayapun jadi terecoki juga.
Saya mulai berpikir minimal anak saya berumur 2 tahun, saya sebaiknya mulai hamil lagi.
Faktor utama yang menjadi pertimbangan nomer satu adalah masalah umur, umur semakin hari semakin bertambah, jatah hidup semakin berkurang, kesehatan juga pasti akan menurun.
Faktor kedua, masih seputaran umur juga. Bagaimana jika anak saya masih butuh uang sekolah yang banyak, sementara ayah ibunya sudah tidak produktif, ayah ibunya sudah lansia.
Faktor ketiga, melahirkan pada usia diatas 30an, apalagi di atas 35 tahun lebih beresiko dari segi kesehatan. Tentu saja akan berbeda jika melahirkan diumur 20an.
Tapi tiba-tiba pemikiran saya berubah tadi….
Daeng Ipul menuliskan cerita tentang ibunya yang meninggal sehari sebelum perayaan kemerdekaan RI (ceritanya di sini). Dikala RI sedang pesta, Daeng Ipul sedang berduka (turut berduka cita Daeng). Point yang paling mengesankan bagiku adalah bagian bahwa ibu Daeng Ipul meninggal diusia yang sangat lanjut. Ketika anak-anaknya sudah besar, tidak disangka orang tua Daeng Ipul dikarunia anak lagi. Anak itu kemudian yang menjadi penghibur dikala anak-anak lain sudah meninggalkan rumah. Anak yang kemudian merawat ibunya sampai meninggal dunia.
MUNGKIN hamil dan melahirkan di usia memasuki injury time bukanlah sebuah petaka....
Ketika mengkhawatirkan reski sang anak, ingatlah ini ..
Tidak ada yang salah ketika Tuhan memberi reski. Karena anak adalah titipan dari Tuhan, berarti Tuhan masih mempercayai kita dengan amanah lagi. Anak yang lahir telah disertai dengan reski masing-masing. Tuhan menitip anak tentu ada biaya titipnya. Ke daycare saja harus bayar, apalagi Tuhan yang menitip bukan 1-2 jam saja, melainkan untuk seumur hidup anak kita. Masihkah meragukan bayaran yang akan diberiNYA.
Rezeki bukan hanya materi, kesepian yang terobati adalah reseki, dirawat anak di usia senja adalah reseki. Beberapa orang tua bahkan sudah merasa kesepian diusianya yang belum lanjut benar. Anaknya mulai diasramakan sejak menginjak bangku SMP, setelah SMA masih juga diasramakan. Setelah kuliahpun sudah tidak nginap dirumah orang tuanya lagi, karena anak harus kuliah di luar kota. Ini salah satu alasan saya tidak akan pernah mengirim anak saya ke asrama (takut kesepian).
Selain alasan agak egois tadi, saya masih ingin memperpanjang waktu membangun bonding dengan anak-anak. Dari sisi kesehatan memang iya, agak beresiko. Tapi saya ada cerita soal ini. Ini cerita tentang salah seorang teman kantor, istrinya hamil lagi diusia yang menurutku diluar normal, istrinya melahirkan diusia 46 tahun. Dan lebih mengesankan lagi, dia melahirkan dengan normal, bukan melalui operasi caesar. Jadi ketika anak tertua teman ini merayakan wisudanya, dihari itupulalah acara aqiqahan anak bungsunya dilaksanakan.
See? Ketika Tuhan berkehendak, tak ada yang tak mungkin.
Note: Tulisan ini sebagai pengingat buat diri sendiri, bukan bermaksud menentang yang berbeda pandangan.
Parepare, 18 08 2015
Nur Islah
perbanyakin anak rezeki mah g bakal kemana yah mbak he
BalasHapusBener mba
BalasHapus