Baru masuk saja ketempat ini, efek wow langsung terasa. Welcome gate-nya dilatari dengan tulisan nama kampung yang unik, tulisan nama kampung menempel di dinding batu, sangat menggoda untuk segera berfoto disana. Apalagi ketika menjelajahi kampung ini, pokoknya siapkan kamera dengan baterai full saja.
Sumber: Dok.Pribadi |
Kampung kecil, jaraknya gerbang kampung sampai ujungnya mungkin hanya 1 km, sangat pendek. Sepanjang jalan kamu akan ternganga disuguhi pemandangan unik dan langka, rumah-rumah bertiang tinggi dan tak bertangga, tinggi tiang rumah sekitar 10-20 meter. Heran kan kenapa tidak pakai tangga? Karena bagian depan rumah itu langsung bukit berbatu. Bukit berbatulah yang dijadikan jalan masuk kerumah. Rumah-rumah disini sudah berumur ratusan tahun, saking tuanya sampai tiang-tiangnya tidak kelihatan lagi warna aslinya, seluruh tiang sudah diselimuti tai angin…Berikut foto-foto dan videonya.
Sumber: Dok.Pribadi |
Sumber: Dok.Pribadi |
Sumber: Dok.Pribadi |
Dengan bentuk rumah yang antik begitu, saya sangat ingin masuk kedalam salah satu rumah itu, tapi karena tidak ada pemandu dan rasanya belum punya keberanian mengetok pintu orang yang tidak dikenal dan langsung minta foto-foto, maka niat diurungkan. Yang membuat surprise juga, ternyata tampak fisik bagian depan rumah sama saja seperti kebanyakan rumah suku Bugis-Makassar pada umumnya, cuma bagian belakang saja yang dipertahankan dengan kondisi kelihatan lapuk begitu (padahal mungkin tidak).
Tampak depan rumah (Sumber: Dok.Pribadi) |
Tidak semua rumah berbentuk setinggi itu, ada juga yang seperti rumah pada umumnya, tergantung lokasi berdirinya rumah, karena perkampungan merupakan daerah tinggi (lereng dan puncak bukit), semakin landai tempatnya, semakin tinggi pulalah tiang yang diperlukan. Konon, selain rumah-rumah berumur ratusan tahun, penduduknya pun berumur panjang, bisa sampai 120 tahun!, mungkin karena no polusi, no junk food, no stress ya.
Ketika berkunjung ditempat ini, saya tidak menyangka akan menemukan penduduk yang ramah tamah. Kenapa saya tidak menyangka penduduknya ramah? Sebabnya begini, dari awal masuk ke kampung ini sampai keujungnya, kami disuguhi pemandangan yang bukan hanya unik tapi terasa magis. Hal-hal yang berbau magis biasanya berhubungan dengan keangkeran, dan kami yang berkunjung sebaiknya berhati-hati menjaga tindak-tanduk. Tapi ternyata tidak, sepanjang jalan orang-orang akan memandang sambil tersenyum ramah, dan membuat saya merasa tidak enak jika tidak mengangguk sopan dan membalas senyum mereka. Waktu kami bertanya kesalah seorang penduduk tentang batas Kampung Tua, bapak yang kami tanya menjawab ramah, sampai-sampai sekeluarga mereka mengerumuni kami dan berusaha menjelaskan tentang kampung mereka. Selain ramah mereka juga baik hati, waktu memuji kucing loreng mereka, langsung ditawari untuk dibawa pulang. Tapi tidak saya ambil karena banyak pertimbangan.
Penduduknya ramah tamah (Sumber: Dok.Pribadi) |
Suasana kampung, benar-benar kampung. Disini, jalanan utama cuma 1, bukan aspal, hanya tanah keras berbatu, 2 mobil tidak akan bisa berpapasan. Jika berniat berkunjung sebaiknya pakai motor saja. Ntah karena kami berkunjungnya dipagi hari atau memang begitulah kebiasaan disitu, suasana hening belaka. Orang-orang beraktifitas pagi tapi tidak ribut, tidak ada suara kendaraan selain suara motor kami, ibu-ibu mencuci di tempat permandian umum, dan beberapa orang laki-laki bersiap ke kebun.
Oh ya satu lagi yang unik, mesjidnya kecil. Mesjid utamanya saja berukuran sedang, sedangkan sekitar 2 mesjid lainnya berukuran super mini. Kata Bapak tadi, itu hanya buat sholat 5 waktu, kalau untuk sholat Jumatnya di mesjid utama.
Mesjidnya imut (Sumber: Dok.Pribadi) |
Selain melihat keunikan yang tidak bakalan dapat ditemui di kota, kita bisa melihat tempat yang hijau dibawah gunung. Ini foto kami sebagai kenang-kenangan pernah kesana.
Jika ingin berkunjung, ini alamatnya:
Perkampungan Tua Bitombang
Kelurahan Bontobangun, Kecamatan Bontoharu, Kepulauan Selayar (sekitar 7 km dari kota Benteng)
Tiket masuk tidak ada, apalagi biaya parkir motor.
Wassalam
Wassalam
Parepare, 07 08 2015
Nur Islah
sangat inspiratiff, menambah ilmu saya tentang arsitektur tradisional
BalasHapusohh iya jgan lupa jalan2 di blog saya M'ba www.khaidir-jpn.blogspot.com
Oke, terima kasih ya sudah mampir
Hapusmesti coba datang kesana nih
BalasHapusIya, recommended mba
HapusWahh ada kucing nyempil di pager...lucuuu
BalasHapusselain lucu dia juga kalem, masih rasa2 menyesal ndk bawa pulang :-)
Hapuskeren banget tempatnya pengen banget ke sana ;)
BalasHapusiya mba, kalo mau kesana trus bingung, chat aja, nanti dipandu
Hapustempatnya bagus & indah
BalasHapusdan unik hehehe
HapusDeg-degan liat rumahnya, udah kayak mau rubuh T___T
BalasHapuskeliatannya aja begitu mba, tapi tidak, tiang kayunya kokoh
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapussubhanallah indahnya mak. kebayang di situ orang2 pada ga suka nonton tv n nyetel musik keras2. eh, betul ga?
BalasHapusmasjid yg mungil2 itu kl di sini brgkali seperti musholla yg dipk utk sholat 5 waktu. sdgkn masjid utk sholat lima waktu plus sholat jumat.
Maaf sebelumnya, penduduk kampung Bitombang juga suka menonton TV dan saat ini hampir semua rumah memiliki TV. Sedangkan untuk menyetel musik juga suka cuma tidak terlalu keras supaya tidak mengganggu tetangga...
HapusGak tau jg ya mak ada TV apa gak, tp mmg sepi sih ndk ada suara electronic terdengar. Disitu jg mesjidnya yg mungil mmg dipake sholat 5 waktu. Yg agak bsr dipake jumatan n hari raya
BalasHapusMaaf sebelumnya, sebenarnya penduduk kampung Bitombang juga suka nonton TV, cuma dulu belum terlalu banyak yang punya TV, jadi biasanya numpang sama tetangga kalau menonton ketika malam hari. Karena siangnya mereka harus bekerja. Itulah sebabnya kampung ini terlihat sepi di siang hari....
BalasHapus