“Kedudukan kaum wanita tidak terletak di pasar-pasar ataupun posisi-posisi administratif. Fungsi-fungsi ini tidak mencerminkan pentingnya seorang wanita sebagai ibu. Kaum ibu (semestinya) adalah penghasil manusia-manusia sempurna. Para menteri, pengacara, dan professor yang saleh berutang budi pada kasih dari ibu mereka selama masa pertumbuhan mereka.” - Ibrahim Amini -
Ada banyak alasan mengapa perempuan memilih bekerja diluar rumah. Naif jika menilai perempuan pekerja adalah perempuan yang bersalah memilih jalan hidup, tidak semua perempuan yang bekerja diluar adalah perempuan yang sengaja menghindari kodratnya berada dirumah, yang seharusnya mengurus dan mendidik anak. Seandainya kita bisa memilih jalan hidup, YES, sayalah yang paling pertama angkat tangan jika Tuhan berkata “Ente mau dirumah aja atau kerja diluar?”. Tapi bukan kehidupan namanya jika semua hal mudah dan nurut keinginan kita. Here I am…masih kerja diluar rumah 8 jam per hari selama 10 tahun belakangan ini.
Tapi perkataan Ibrahim Amini diatas patut direnungkan kembali.
Ternyata hidup dijaman sekarang berkali-kali lipat susahnya dibandingan jaman 30 tahun yang lalu.
30 tahun yang lalu
Di kampung kami ada anak gadis hamil diluar nikah, emak bapaknya jual rumah dan tanah, mereka mengungsi ke kampung lain. Mereka malu bukan kepalang. Aib mereka akan dikenang orang sekampung, dan diceritakan berkali-kali para orang tua lain ke anaknya kala menasehati.
Sekarang
Anak hamil luar nikah sudah biasa, menikah bulan lalu hari ini melahirkan memang masih digunjingkan, tapi sudah sangat biasa. Emaknya santai aja ke kondangan senyum-senyum sambil berucap “Besok ke aqiqahan cucu saya ya Bu”.
Sekarang
Anak hamil luar nikah sudah biasa, menikah bulan lalu hari ini melahirkan memang masih digunjingkan, tapi sudah sangat biasa. Emaknya santai aja ke kondangan senyum-senyum sambil berucap “Besok ke aqiqahan cucu saya ya Bu”.
30 tahun yang lalu
Ibu-ibu cuma khawatir anak laki atau anak gadisnya yang masih SD tenggelam di sungai. Anak-anak dulu susah dilarang untuk tidak main disungai atau dilaut. Para Ibu khawatir banjir atau gelombang membawa hanyut anak mereka.
Tapi sekarang…
Ibu-ibu musti khawatir berkali-kali lipat.
Sungai-sungai sudah kering, air laut sudah kotor. Anak-anak tidak main disana lagi. Anak-anak malas main kelapangan karena luar biasa panas. Anak-anak malas ngumpul dikompleks main kelereng. Anak-anak malas main lompat tali. Pagar-pagar tetangga tinggi-tinggi. Anak-anak sulit saling memanggil untuk berkumpul. Mereka menjadi individualis. Mereka memilih bermain games dirumah saja.
Tapi, lagi-lagi orang tua harus khawatir berkali-kali lipat. Games online sekarang luar biasa menakutkan. Sebagian pembuat games kejam-kejam. Ada games yang menampilkan adegan ciuman di akhir permainan, bahkan ada yang membuat tokoh gamesnya bersetubuh. Kalau tidak mereka membuat games kekerasan yang mengajari anak kita untuk memukul.
30 Tahun lalu
TV-TV masih layak tonton. Tontonan masih TVRI. Acaranya pun bagus dan mendidik. Masih terkenang-kenang serial ACI ( Aku Cinta Indonesia) yang sangat saya suka.
Tapi sekarang
Ibu-ibu yang punya kesadaran sebaiknya mematikan TV atau menjualnya saja. Sinetron-sinetron bukannya mendidik, tapi malah merusak, Ibu-Ibu dan anak-anak yang menontonnya bisa sama-sama rusak. Acara berita apalagi, isinya kebanyakan intrik politik atau kekejaman sesama manusia saja. Ada anak diperkosa bapaknya, ada anak-anak dipukul ibu tirinya sampai masuk rumah sakit, anak membunuh mamanya gara-gara harta warisan.
TV-TV masih layak tonton. Tontonan masih TVRI. Acaranya pun bagus dan mendidik. Masih terkenang-kenang serial ACI ( Aku Cinta Indonesia) yang sangat saya suka.
Tapi sekarang
Ibu-ibu yang punya kesadaran sebaiknya mematikan TV atau menjualnya saja. Sinetron-sinetron bukannya mendidik, tapi malah merusak, Ibu-Ibu dan anak-anak yang menontonnya bisa sama-sama rusak. Acara berita apalagi, isinya kebanyakan intrik politik atau kekejaman sesama manusia saja. Ada anak diperkosa bapaknya, ada anak-anak dipukul ibu tirinya sampai masuk rumah sakit, anak membunuh mamanya gara-gara harta warisan.
Perbedaan jaman ini membuat saya sangat bercita-cita bisa bekerja di rumah. Alangkah asyiknya jika bisa bekerja dirumah. Mengawasi anak-anak, mendidik mereka, membekali mereka, mempersiapkan mereka untuk menghadapi jaman yang pasti lebih kejam 30 tahun lagi.
Doakan ya
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis “Asyiknya Bekerja dari Rumah” yang diadakan oleh Siletto book bersama penulis buku “ Sukses Bekerja dari Rumah” Brilyantini, dan Kemilau Wastra.
Nur Islah
Parepare 08 05 2015
Note : Sebenarnya sangat ingin membeli buku “Sukses Bekerja dari Rumah” Karya Mak Brilyantini ini, tapi setelah dicari-cari di Gramedia Makassar tidak ketemu juga. Mudah-mudahan berjodoh dengan dihadiahkan (Ngarep :p)
Sumber Gambar |
Aamiin.. semoga dimudahkan langkahnya bekerja dari rumah ya, mak. Kalau saya sudah bekerja dari rumah sejak 8 tahun lalu.
BalasHapuswah salut, semoga bisa segera menyusul, amin
HapusMemang, perbedaan antar 30 tahun yll dgn skrg sperti langit dan bumi ya Mak Nur. Semoga kita bisa menjaga diri dan keluarga kita.
BalasHapusSukses buat lombanya ya Mak Nur ^_^
makasih mak Vhoy, sukses juga buat dirimu
Hapusemang asik ya mak kerja dari rumah jd bisa bener bener full ngurus anak juga ;)
BalasHapusiya mak, bener banget ^_^
BalasHapus