Buku ini dibuat tahun 2001, tahun yang sama saat Ibu yang sangat dicintai penulis meninggal dunia. Suatu kebahagiaan tersendiri mengenal seorang Gede Prama, betapa beliau adalah seorang pembelajar yang luar biasa. Ketika membaca bukunya yang dibuat ditahun sebelumnya, Inovasi atau Mati, Hanya untuk mereka yang Siap Terguncang (2000), saya kurang respek dengan pemilihan kata dan kalimat seperti yang saya tulis reviewnya di Goodreads, Isi sangat menarik, tapi penyampaian yang full tanda seru membuatku memberikan hanya bintang 3 di Goodreads. Tapi membaca buku yang sedang saya review ini, saya seperti membaca buku orang yang berbeda, sangat berbeda dari cara penulisan; lebih lembut, tenang, menyejukkan. Bukankah seorang pembelajar luar biasa jika seseorang bisa berubah dari seorang yang blak-blakan, menjadi seorang yang tenang, damai hanya dalam kurun waktu satu tahun.
Mungkin saya tipe reviewer yang lebay. Beberapa kali dalam beberapa bab saya hampir berteriak …Wow, sampai pasang post it kata “Wow” segala, disalah satu point yang paling saya sukai.
*****
*****
Banyak orang mempertentangkan beberapa ketinggian hidup. Tinggi harta tetapi rendah dalam kearifan, atau ada yang tinggi dalam kearifan tetapi rendah dalam harta. Gede Prama berbagi melalui buku ini cara meraih kedua-duanya pada saat yang sama.
Kereta bukanlah kereta sebelum ia dijalankan
Nyanyian bukanlah nyanyian sebelum ia dinyanyikan
Genta bukanlah genta sebelum ia dibunyikan
Dan…
Cinta bukanlah Cinta Sebelum Ia dilaksanakan
Bagian awal buku, lebih banyak menceritakan kecintaan Gede Prama kepada Ibu, yang menurut istilahnya; karena Ibulah yang memberikan “cinta yang sudah dilaksanakan”.
Yang perlu saya note adalah, bahwa seorang Gede Prama menjadi sebesar sekarang ini karena kekuatan cinta dari Ibunya. Gede Prama memuja ibunya yang menyusuinya sampai umur 8 tahun.
Membuka Kelopak-Kelopak Bunga
Kesalahan manusia pada umumnya adalah memaksa akan mencapai sesuatu tanpa memperdulikan proses, baca “Membuka Kelopak-kelopak Bunga” hal 19 . Seperti bunga yang kelopaknya dibuka secara paksa tanpa proses tumbuh, akan merusak bunga itu sendiri. Begitulah pengandaian anak muda yang ingin merasakan kenikmatan melalui narkoba. Begitupula pengandaian para executive yang tiba-tiba hanya mau berada diposisi puncak karir dengan proses-proses yang merugikan orang lain.
Tirani-Tirani Panca Indra
Pada awalnya, memang panca indra memang diciptakan hanya sebagai jembatan yang menghubungkan kita manusia dengan alam semesta. Mulut menghubungkan kita dengan makanan. Mata membuat kita bisa melihat alam semesta. Hidung membuat kita bisa membedakan bebauan. Kulit bisa mengenali panas dan dingin, dst.
Akan tetapi dengan berkembangnya peradaban manusia, panca indra telah berfungsi melebar dari fungsi awalnya, ia menjadi kekuatan tirani yang tidak bisa dikendalikan (hal 21). Perhatikan mulut pencari kenikmatan, kendati tahu kalau makanan berlebihan bisa membunuh mereka, tetap saja tunduk pada sang mulut. Begitupula nafsu seksual, banyak yang menuruti nafsu seksual padahal tahu kegiatan selingkuh itu dilarang. Gede Prama kemudian mengajak kita mengelola panca indra kita, salah satu cara mengelola mulut, misalnya dengan berpuasa.
Matahari terbenam Tanpa Senyuman
Isinya kehidupan memang berganti dari hari ke hari, tahun ketahun. Tetapi, tidak ada matahari tenggelam hari itu yang saya biarkan tenggelam tanpa senyuman. Entah senyuman pada anak sendiri atau anak mertua. Senyuman pada orang-orang yang saya temui. Senyuman kepada kehidupan. Kenapa senyuman teramat penting dalam hidup saya, karena ia tidak hanya berguna pada orang atau makhluk yang melihat senyuman saya, ia malah lebih berguna pada pemilik senyuman. (hal 40)
Menurut Gede Prama, fungsi dasar senyuman adalah sebagai jembatan antara kita dengan orang dan makhluk lain, dan yang lebih penting lagi adalah sebagai jembatan antara kita dengan sang hati.
Tangga-Tangga Emas Kebijaksanaan
Sebagaimana mendaki tangga sebenarnya, lelah dan letih memang salah satu cirinya. Namun ada ciri penting yang ingin di bagi oleh Gede Prama, Semakin berat dan tinggi salah satu bagian tangga, semakin kita dibawa ketempat lebih tinggi dari biasanya.
Semua point diatas terangkum dalam bab "Kendaraan-kendaraan cinta menuju tempat tertinggi". Masih ada beberapa point yang akan terlalu panjang jika dirangkum semuanya disini.
*****
Keajaiaban dari rasa syukur dan keikhlasan
Manusia-manusia sebenarnya tidak pernah miskin. Miskin dan kaya sedikit kaitannya dengan tingkatan material maupun spiritual seseorang, melainkan lebih kepada seberapa baik dan seberapa bisa ia menikmati dan mensyukuri hidupnya.
Coba perhatikan cara bersyukur. Orang sehat membandingkan dirinya dengan orang sakit. Manusia yang naik motor membandingkan dirinya dengan mereka yang jalan kaki. Yang bekerja membandingkan dirinya dengan yang masih menganggur. Manusia bernafas saja bersyukur dengan membandingkan dirinya dengan orang yang diberi nafas dengan gas bantuan.
Beberapa manusia yang tidak bersyukur akan membiarkan dirinya dililit oleh nafsu keserakahan (baca: koruptor). Untuk menghindari hal tersebut, Gede Prama memberikan solusi bahwa satu-satunya cara agar keluar dari ikatan keserakahan adalah dengan belajar melupakannya. Setiap kali ia datang, tidak usah diperhatikan. Setiap keserakahan berkunjung, biarkan saja ia datang tanpa perlu disapa.
Gede Prama juga menekankan bahwa Bahasa bisa juga menjadi cermin mind seseorang. Keterbukaan dan ketertutupan mind bisa dilihat dari rangkaian Bahasa yang digunakan seseorang.
*****
Merdunya nyanyian hati dan cinta,
Dalam kerangka yang sangat sederhana, ada dua sumber joy. Joy yang bersumber dari luar, dan yang bersumber dari dalam. Keduanya memiliki ciri unik masing-masing. Kegembiraan yang berasal dari luar (jabatan, gaji, mobil, rumah dan sejenisnya) memiliki awal dan akhir. Disamping itu, ia juga mengenal siklus naik dan turun.
Kegembiraan dari dalam, adalah pengertian mendalam tentang hakikat hidup bahwa semuanya akan berlalu, rasa syukur, hidup bersama sang jiwa. Ciri kualitas inner source of joy yang mendalam adalah: tidak ada awal dan akhir. Ia juga tidak dipermainkan oleh siklus.
Penulis mendidik dirinya dan menikmati sekali kegembiraan yang kedua ini, inner source of Joy.
Para sahabat penulis heran, kok bisa Gede Prama bisa menjadi seorang CEO sebelum usia 40 tahun, berpresentasi didepan ratusan eksekutif puncak perusahaan-perusahaan mentereng, bahkan beberapa sahabat menjulukinya sufi muda. Gede Prama hanya tersenyum menanggapinya. Bukan karena tidak menghargai pujian orang lain, namun karena yakin seyakinnya, setelah naik pasti ada turun. Setelah dipuji pasti dimaki. Dan ini sudah menjadi hukum besi kehidupan setiap orang. Sekali lagi, setiap orang!. Hidup setiap orang- kalau boleh disederhanakan-hanyalah kumpulan dua hal: Gelak tawa dan air mata (hal 154).
Catatan terakhir dari buku ini, dan menjadi PR besar saya yang harus dilatih adalah memperlakukan kegembiraan dan kesedihan dengan sama mesranya.
Mungkin ada yang bertanya untuk apa semua ini dilakukan. Bukankah setelah kehidupan naik ada kehidupan menurun? Bukankah semua kehidupan diawali sebagai manusia biasa dan berakhir sebagai manusia biasa juga? Dan yang paling penting , bukankah semua kehidupan hanya berisi gelak tawa dan air mata? Sia-sia saja kalau ada orang menyalahkan sang musim. Musim manapun (termasuk air mata) pasti datang tanpa diundang ketika tiba saatnya untuk datang. Kita musti belajar memeluk gelak tawa dan air mata dengan kadar sama mesranya (hal 157)
Buku Gede Prama ditulis dengan tulisan pendek-pendek, tidak berpanjang lebar tentang satu pokok bahasan yang itu-itu juga. Buku dengan jumlah halaman 194 diisi dengan 3 bagian, yang kemudian terinci dari sub bagian sampai 35 sub bagian. Betapa padat dan ringkasnya buku ini.
4 bintang. Yang suka buku pengembangan diri, buku ini is a must.
Parepare, 24 Maret 2015
Bukunya filosofis banget ya mbaa
BalasHapusIya mba Rahmi, tapi enak kok bacanya, ndk berat
BalasHapus