Dulu, bertahun-tahun yang lalu, seseorang menulis ini untukku
Nur Islah
Insyafkah kau dengan sebab pertama
Yang darinya tercipta sebab-sebab yang lain
Untuk berjuang di bawah kungkungan ruang waktu
Hingga pasrah berlutut dan menyusut sedia kala
Makbulkah kau dengan sebab pertama
Yang sebabnya mengada anasir-anasir kosmis
Untuk kemudian teranalisis dan tersintesis
Demi kesahajaan alkemi keabadian
Pahamkah kau dengan sebab pertama
Yang olehnya memancar selaksa bhinneka
Untuk sebuah kombinasi pengharapan
Agar pelangi tampak dengan anggunnya
Nur….
Bukankah kau adalah cahaya dan pasti selalu bercahaya
Yang melambangi kehidupan dimakro dan mikro kosmos
Yang senantiasa menyorot keduanya dengan teduh
Bersama kesiapan menatap dan dipandang
Benarkah kau ada dan meresaf diintisari dirimu
Namun biasmu tetap menembus materi bak tanpa tirai
Guna menggapai impian immateri
Berpaut melebur dengannya dalam rentangan abad
Islah…
Bukankah kau adalah kedamaian dan pasti selalu damai
Yang memeluk kehidupan tak bertepi
Yang senantiasa membelai dengan hangat jemarimu
Bersama kesetiaan merindu dan dinantikan setiap insan
Benarkah kau damai untuk dirimu dan diriku
Walau sang waktu menghitung duka dan kerasnya hidup
Demi sebuah pengharapan yang hakiki
Tersenyum bersama dalam gelimang bahagia dihadapNYA
Adakah semua itu nyata dalam hidupmu dan hidupku
Adakah Nur selalu teduh menatap insan
Adakah Islah selalu damai merangkul kosmos
Adakah keduanya mengada untukku dan untukmu
Mengapa Nur tak selamanya bisa menatap dan dipandang
Mengapa Nur tak selamanya menyemai kehidupan
Mengapa Islah tak selamanya merindu dan untuk dinantikan
Mengapa Islah tak selamanya damai dan mendamaikan
Mengapa Nur Islah tak selamanya memeluk bumi
Mengapa Nur Islah tak selamanya tercerap dalam setiap detakan jantung, edaran darah, dan desahan nafas bersamaku
Mengapa
Kita tak punya jawaban lain untuk selaksa kerinduan dan pengharapan
Aku tak punya pilihan lain untuk bisa memeluk dan mencumbunya
Kecuali terus tunduk tak berpaling dari keagungan ILAH
0 komentar:
Posting Komentar
Ada palekko ada kanse
Disantap dengan sambal cobek tumis
Leave any comment please
Yang penting tidak bikin penulis meringis