Perjalanan pulang kampung sangat melelahkan. Betul-betul menguras raga. Bayangkan saja, untuk sampai ke kampung halaman suamiku kami harus melewati 9 kabupaten; Barru, Pangkep, Maros, Makassar , Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, dan Bulukumba. Kesembilan kabupaten ini ditempuh dengan jalan darat kurang lebih 6 jam, kemudian naik feri dari Bulukumba ke Selayar ditempuh kurang lebih 2 jam. Dan perjalanan ini dilakukan sambil berpuasa saudara-saudara!! Kebayang capek dan hausnya. Tapi itu penderitaan tahun lalu.
Tahun ini kami naik pesawat kecil (kalau masih layak disebut pesawat) dari Makassar ke Selayar dengan hanya memakan waktu kurang lebih 30 menit. Pesawatnya sangat kecil, hanya muat penumpang 20 orang. Menurut penglihatanku ukurannya hampir sama dengan ukuran metro mini (disini disebut petepete). Jangan harap ada pramugari cantik yang melayani, pilotnya saja kelihatan dari kursi penumpang, betul-betul mirip angkot.
Didalam pesawat ributnya bukan kepalang, suara mesin bergemuruh memekakkan telinga, pelindung telinga yang disediakanpun tidak sanggup meredam suara pesawat..ngeri? absolutely yes!! Sepanjang perjalanan aku berdzikir mohon perlindungan Allah, jangan sampai kami tiba dikampung hanya tinggal nama. Tapi mungkin karena terbangnya tidak setinggi pesawat boing, pemandangan di bawah terhampar dengan jelas, kelok-kelok sawah, rumah-rumah, hutan, gunung sangat jelas terlihat dari atas pesawat. Bahkan awanpun rasanya hampir bisa disentuh.
Ketika sampai dibandara, jangan membayangkan Bandara Hasanuddin yang megah, bandaranya hanya berupa lapangan luas yang dilengkapi posko petugas yang melakukan pemeriksaan atau lebih tepatnya menghitung penumpang, hehehe. Oh, iya, kalau mau ke Bali, ada juga lho pesawat dengan rute Selayar-Bali dengan menggunakan pesawat jenis ini. Tiketnya pun terjangkau, hanya Rp. 300.000.
Ini foto pesawatnya…
Tapi aku tidak pernah bosan ke pulau ini setiap tahun. Pantainya indah, lautnya sangat biru. Dibeberapa kawasan pantai, tumbuh pohon cemara yang sepertinya sengaja ditanam pemerintah. Bahkan rumput laut yang dikembakbiakkan terlihat indah dan unik. Beberapa kampung juga diorganisir membuat pagar yang sama dan seragam. Yang menarik, tumbuhan di Selayar didominasi pohon kelapa. Yang di sebut kebun oleh penduduk setempat adalah pasti kebun yang berisi pohon kelapa. Pohonnya tinggi-tinggi dan berjarak sama. Rasanya tidak berlebihan jika aku bilang sepanjang jalan di Selayar adalah obyek wisata.
Dikesempatan pulang kampung kemarin, kami sempat jalan-jalan di Selayar Island resort, sebuah resort yang dikelola professional oleh seorang Jerman. Ini tahun kedua aku mengunjungi resort ini, tempat terbaik untuk foto narsis menurutku. Sungguh indah. Berikut foto-fotonya:
Untuk oleh-oleh, yang paling terkenal adalah kerupuk emping.. Waktu kepasar, aku sempat melihat buah asli melinjo yang belum diolah menjadi kerupuk. Setelah melihat buah asli melinjo, jadi kebayang ribetnya membuat kerupuk emping, buah yang kecil itu
Disangrai dulu dalam pasir panas hingga matang, kemudian biji yang sudah disangrai dikupas kulit kerasnya dan dipipihkan dengan palu. Biasanya beberapa biji dipipihkan bersambungan sehingga membentuk lingkaran kerupuk yang tipis dan lebar. Emping yang berkualitas baik adalah emping yang tipis, dan tidak berkerak. Jika digoreng rasanya renyah.
Sekian dulu ulasan mengenai selayar. Mudah-mudahan menjadi inspirasi bagi siapapun yang ingin liburan. Welcome to Selayar ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ada palekko ada kanse
Disantap dengan sambal cobek tumis
Leave any comment please
Yang penting tidak bikin penulis meringis