Biasanya setiap malam lebaran tiba, sepanjang jalan, disetiap sudut kampung terdengar suara takbiran. Bahkan seringkali terlihat iring-iringan motor dan mobil berspeaker meneriakkan takbir disertai tabuhan gendang. Tapi tahun ini sangat sepi dari suara takbir…yang ada hanya suara petasan yang memekakkan telinga.
Dimalam lebaran Muhammadiyah, kami tidak taraweh dan juga tidak takbiran, tapi duduk rapi menunggu hasil penetapan 1 Syawal, menonton para pimpinan ormas dan pejabat Kamenag menyampaikan pendapatnya, yang bagi kami semua terdengar benar. Kami tidak peduli opini panjangnya, kami hanya ingin tahu 1 hal, kapan 1 Syawalnya.
Akhirnya ada keputusan, Lebaran bukan tgl 30 September 2011, tapi tgl 31 September 2011, beberapa jamaah mesjid yang melakukan takbiran dilarang takbiran. Ketupat, daging dan ayam yang sudah terlanjur selesai dimasak, terpaksa dimasukkan di kulkas. Ibu-ibu menunda menyetrika baju lebaran. Mesjid juga sudah terlanjur sepi dari sholat taraweh karena banyak yang mengira besok adalah hari Raya idul fitri.
Lapangan kembali menjadi saksi 2 kali lebaran, Lebaran Muhammadiyah yang dihadiri jamaah muhammadiyah dan lebaran yang ditetapkan pemerintah. Karena 2 kali lebaran, lapangan hanya terisi setengah, tidak seramai tahun sebelumnya. Sepi, tidak berkesan.
Aku hanya bisa bertanya-tanya dalam hati, Kenapa harus ada perbedaan? Kita sesama muslim, tak bisakah sepakat dalam 1 hal ini saja. 1 hal yang terjadi hanya satu kali dalam 1 tahun. 1 hari kemenangan kita, yang bukannya disambut dengan perdebatan, tapi dirayakan dengan kebersamaan tanpa perbedaan.
Minal Aidin wal Faizin…mohon maaf lahir dan batin. Semoga kita kembali Fitri dan bertemu lagi dilebaran tahun depan…amin
0 komentar:
Posting Komentar
Ada palekko ada kanse
Disantap dengan sambal cobek tumis
Leave any comment please
Yang penting tidak bikin penulis meringis